Kamis, 02 Mei 2013

Menjejakan kaki di P. Tidung


Ini cerita tentang penglaman gw dan teman-teman di pulau Tidung. Mugkin udah banyak yang tau atau sudah pernah ke pulau ini. Faktor yang memungkinkan kita berlibur di pulau ini karena dekat tidak membutuhkan waktu panjang dan tentunya pengeluaran biaya yang sedikit.
Gw dan teman-teman kerja di salah satu rumah sakit swasta, dan masuk shift pula. Jadi kita ada yang harus cuti.
Sudah lama sekali gw, Dian, Fitri, Mega berencana liburan bareng. Tapi rencana hanya wacana, ujung-ujungnya batal. Yang ada kita cuma nongkrong bareng kedai kopi di mall. Mulai dari ngobrolin kerjaan, makan, dengerin live music sampai gosipin orang.
Jenuh juga di tempat kerja, jadi pengen liburan. Hasrat menggebu untuk berlibur. Akhirnya gw niatkan untuk mencari informasi trip ke Tidung. Tanya ke teman-teman yang sudah pernah ke sana, dapat juga contact person travel agent nya.
Karena beda shift, otomatis kita harus menyesuaikan jadwal. Jadwal sudah fix, kita ajuin cuti. Dan jadilah kita brangcut ke pulau itu.
Dasar cewe-cewe nekat! Namanya juga geng Nero! Pergi ke tempat yang belum pernah dikunjungi. Ibarat tentara belum tau medan perang. Jadi masih buta jalan. Tidak ada cowo yang bisa kita jadiin bodyguard kalau kita kenapa-kenapa. Tapi rasa takut itu dikalhkan karena antusias kita untuk pergi berlibur.
Setelah menghubungi travel agent di sana, deal dengan tanggal dan harga tripnya, gw mengabari teman-teman untuk bersiap-siap. Broadcast itenary trip Tidungnya ke BB temen-temen.
Tibalah hari H. Karena kapalnya berangkat jam 7 pagi dari Muara Angke, mau ga mau kita harus berangkat pagi-pagi buta. Malemnya gw harus nginep di ‘apartemennya’ fitri. Karena jaraknya lumayan dekat dengan tempat kerja. Kita jemput Dian, dan Mega di tempat kerja. Karena tidak ada kendaraan umum pagi-pagi buta, taksipun jadi andalan kita. Taksi ini walaupun tidak terkenal, tapi lumayan ada TV nya.
Di Muara Angke kena traffic, karena banyak pedagang dan pembeli ikan lalu lalang. Sudah macet, aroma amis ikan bikin enek dan perut mual. Kita janjian dengan pemandu di pom bensin terdekat. Setelah bertemu, kita langsung dibawa ke kapal. Karenactakut bosan duduk di dalam kapal, kitapun duduk di bagian atas kapal yang terbuka. Padahal mah takut mabok. Duduk di luar lebih enak, selain merasakan angin laut, pemandangannya juga bagus.
Perjalan laut kita tempuh hampir 3 jam. Lumayan lama karena kapalnya sempet mogok. ngeri juga ya mogok di tengah laut. Muka kita semua ga seceria seperti tadi pagi. Sudah pucat menahan enek dan mualnya perut.
Sampai di dermaga pulau Tidung, kita di sambut dengan pria paruh baya, badan kurus, rambut gondrong, pakai topi. “Gak salah nih, pemandu kita kaya gini Lin? Ga ada yang muda apa?” Kita agak kecewa dengan tampang pemandunya.
Whateverlah! yang penting udah nyampe. Airnya bewarna hijau dan kebiruan, pasirnya putih. Muke kita udah mulai seger lagi.
Kita kepenginapan di pandu bapak ini. Dan ternyata bapak ini pendengarannya agak kurang, kita tanya apa dia jawab apa. ga nyambung. Pemandu macam apa ini? Udah tuwir kali ya, maklumlah kita. “Abah Otozambon” itu julukan yang kita beri nuat bapak ini. Dari pada capek nanya-nanya, mending kita diem aja, dan dengerin celotehannya yang ga jelas karena giginya sebagian udah hilang. Perlu diketahui Otozambon itu merk obat tetes telinga.
Penginapannya bersih, ada AC, ada kipas angin, ada TV, ada air minum galon. Kamar mandinya bersih, tempat tidurnya juga nyaman. Baru istirahat sebentar, datang ibu-ibu membawakan makan siang untuk kami. Kebetulan banget kita lagi lapar.
Dengan kalap kita makan. Abis itu si Abah Otozambon datang mengajak kita berkeliling menggunakan sepeda. “Ga salah nih Bah? Siang bolong, panas-panasan naik sepeda!” Kitapun nurut aja. Karena sudah agak renta, mungkin udah ga kuat si Abah mengkayuh sepedanya pelan. Kita yang udah ga sabar akhirnya mendahului beliau. Kita malah main balap-balapan.
Lucunya ada adegan romantis saat kita bersepedaan. Adegan romantis antara Dian dan si Abah. Sepeda-sepeda ini udah ga bagus lagi, ada yang remnya blong. Karena sakin semangatnya main sepeda, Dian nyusruk jatuh. Eh si Abah dateng nolongin Dian. Bak seorang pangeran gagah turun dari kudanya, si Abah otozambon datang nolongin Dian. Kita sih cekakakan lihat adegan itu.
Setelah bersepeda berkeliling desa, sampailah kia di jembatan cinta. Sayangnya pas kita ke sana kondisi jembatannya lagi rapuh, dan sedang diperbaiki. jadi kita g bisa menyebrang ke pulau Tidung Kecil. Ya udah akhirnya kita bernarsis ria di sepanjang jembatan cinta. Pemandangannya bagus banget. Tapi untungnya lagi ga banyak orang, jadi berasa di pulau privat.
Sorenya kita diajak snorkling ke dua pulau. Ombaknya lumayan gede, membuat goncangan di perut dan enek. Sampai di pulau Karang Beras, langsung pakai alat snorkle. Sayang kita ga punya kamera underwater untuk mendokumentasikan bawah laut. Kita juga ga punya roti untuk memberi makan ikan-ikan. Tapi muntahnya Dian sepertinya digemari ikan-ikan itu. Setiap Dian jackpot, langsung terjadi pengroyokan, seperti ricuh saat antri raskin. Semoga ikan-ikan itu masih hidup ya. Kita kanjut snorkling lagi.
Setelah itu seharusnya kita snorkling lagi ke pulau Payung. Tapi Dian dan Mega sepertinya udah ga kuat, karena dari tadi jackpot mulu. Jadi kita putukan kembali ke penginapan. Di perjalanan pulang, ombak terasa lebih besar, guncangannya benar-benar buat enek perut.
Mega yang pertama jackpot, disusul Dian. Gw dam Fitri sebenarnya juga udah nelen air ludah sendiri. Dari pada ketularan muntah, mending pindah tempat duduk. Gw dan Fitri pindah ke depan. Dian dan Mega masih balapan muntah di belakang.
Di penginapan kita mandi bareng berempat, karena udah masuk angin. Bilas baju-baju basah. Di penginapan juga disediakan jemuran kecil. Karena baju-bajunya masih basah, jemurannya diletakkan di teras penginapan. “Ga hilang kan jemur di luar?” “Ga kayaknya…”
Malamnya si Abah dateng ngajakin barbeque. Kita berharap ada ayam panggang, sate atau jagung bakar. Karena udah pada capek dan ngantuk, kita menolak ajakan si Abah. Berulang kali si Abah berusaha mengajak kita barbeque dan mancing. Seperti memaksa kita untuk ikutan barbeque. Akhirnya Mega berhasil mengusir si Abah. Hahahah #devillaugh. Eh ternyata, si Abah datang lagi membawa piring diatasnya berbaris ikan bakar. Karena ada makanan kita bangun lagi. “Barbeqeuenya apaan Ga?” “Ikan” Dari kita berempat yang paling doyan ikan cuma Mega. Oalah gw kira barbeqeue. Pesta lah kita makan ikan-ikan itu. Setelah makan kita menggila dengan membuat video lipsing. ada 2 video yang kit buat. Yang satu lagunya Hamil 3 bulan, yang satu lagi lagu Bete. Beraksilah kita mulai dari goyang dangdut, hip-hop, sampai tarian erotis. Hahaha. Kita masih menyimpan video itu di gadget masing-masing. Setiap lihat video itu gw ketawa ngakak lihat kejahilan, kecentilan, dan goyangan kita.
Bangun pagi, kita bersiap untuk balik. Mulai ngepack barang-barang. Pagi itu kita dikejutkan dengan jilangnya sparepart, segitiga, dan bra alias underware kita yang dijemur di luar semalam. Agak sedikit ngeri, gw mikirnya ke hal mistis. Takutnya ada yang mau pelet kita. Wew.. ga banget nih. Tapi anehnya dari kita berempat cuma celana dalamnya Dian yang ga diambil. Why? masih jadi mistery sampai sekarang.
“Aduh gimana nih!” “Udah ga usah dipikirin paling cuma iseng aja!” kata Fitri dengan momok muka yang pura-pura ga panik. Padahal dari momoknya aja udah bisa kebaca. Ngomongnya sambil cemberut dan mengernyitkan dahi. Gw jad ketawa geli melihat ekspresi mukanya Fitri.
Sampai di Muara Angke, kita pulang naik taksi lagi. Melelahkan, menegangkan, menyebalkan, tapi menyenangkan trip kita ke pulau Tidung.
Eitzz… Belum berakhir nih ceritanya. Si Abah Otozambon itu tiba-tiba telepon gw tengah malam. Nih aki-aki ngapain nelepon lagi ya? Apa ada barang yang ketinggalan atau jangan-jangan iseng doank? Penasaran, akhirnya gw angkat teleponnya. Ternyata dia cuma mau nanya kapan balik lagi ke Tidung. Jadi ilfill gw, lansung gw matiin teleponnya. Ya olloh pak, baru aja balik. Penting banget kayanya sampai nelepon tengah malam begini. Dan bukan hanya sekali itu saja, gw berasa diteror dengan nomor Abah dan nomor yang tidak dikenal. “Kangen kali si Abah sama lw lin.” “Sompret lw nong, gw ngeri di pelet tau! Amit-amit deh!” Karena merasa terganggu, akhirnya gw menghubungi travel agent atasannya pemandu itu. Berakhir juga terornya. Dan berakhirlah cerita gw di Tidung.
Sampai jumpa di postingan berikutnya.
Salam adventure!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar