Kamis, 02 Mei 2013

MATRYOSHKA


Matryoshka atau Matroshka, atau babushka merupakan boneka dari kayu yg dipahat seniman dari Rusia. Boneka kecil dimasukan diboneka yg lebih besar, sampai pada ibu bonekanya (boneka yg paling besar). Bonekanya berwarna-warni, ada gliter, dan mengkilap karena dipoles dengan fernis.


Meski berbeda-beda, ribuan boneka itu mempunyai ciri yang sama. Bola mata yang hitam dan lebar, dengan pipi merona merah dihiasi senyum mengembang. Wajah-wajah itu dipadukan dengan lukisan pakaian khas Rusia, berikut serumpun kembang, atau sekeranjang buah dan roti.
Ternyata boneka kayu ini dibuat bukan sembarang dibuat. Tetapi ada legenda dibalik pembuatan boneka kayu dari Rusia ini.
Matryoshka atau yang juga dikenal dengan nama Babushka telah menjadi legenda Rusia. Boneka kayu yang dapat diisi dengan boneka-boneka yang lebih kecil ini kadang dikenal pula dengan nama Matroshka.

Selama berpuluh-puluh tahun, Matryoshka telah menjadi cinderamata paling populer dari Rusia, di samping samovar, alias vodka. Sekalipun tak ada yang bisa membuktikan dari mana dan kapan pertama kali ikon Rusia ini diciptakan, namun konon Matryoshka merupakan perkawinan budaya Rusia dengan mitologi Jepang.
Dulu, seniman Rusia menjadikan pahatan dan lukisan di permukaan kayu berbentuk telur sebagai ekspresi seni mereka. Karya seni inilah yang disebut dengan telur paskah Rusia.  Bagian tengah telur-telur kayu itu berlubang dan dapat diisi dengan telur yang ukurannya lebih kecil.  
Sementara di Jepang dikenal boneka yang menggambarkan kegembiraan dan kebijaksanaan dari Dewa Fukurokuju, yang adalah satu dari tujuh dewa di negeri matahari terbit.
Di abad 19, seorang pelukis Rusia bernama Sergey Malyutin mendapatkan kedua kreasi seni itu. Sebuah inspirasi kemudian melintas di pikirannya. Ia lalu menggambar sosok sebuah boneka kayu dan meminta pemahat bernama Vasiliy Zvyozdotchkin untuk membuatkannya.
Lalu Malyutin menggambari tubuh boneka tadi dengan pakaian tradisional wanita Rusia, lengkap berhiaskan kerudung. Dalam gambar itu terlihat si wanita sedang mendekap seekor ayam jantan berwarna hitam.  Sementara tujuh ‘saudara’ dari wanita itu kemudian di simpan di dalam boneka pertama. Mulai dari laki-laki, perempuan, hingga yang terakhir bersosok bayi.
Boneka mainan yang kemudian menjadi sangat digemari oleh anak-anak di Rusia itu pun menyimpan pesan mendalam tentang kuatnya kasih sayang seorang ibu dan semangat kekeluargaan. Sebuah cara penyampaian yang sangat sederhana, untuk pesan yang begitu mendalam.
Nama Matryoshka juga tidak dipilih dengan sembarangan. Konon, kala boneka itu diciptakan, Matryona adalah sosok wanita cantik yang sangat populer di negeri ini. Nama itu juga menjadi nama umum wanita-wanita Rusia, mungkin seperti nama Dewi di Indonesia. Serapan dari istilah latin ‘mater’ yang berarti ibu, pun makin memperdalam makna Matryoshka.
Kreasi ini pertama kali diproduksi secara massal di Moskwa, dan dijual dengan harga yang cukup mahal. Namun seusai Paris Fair tahun 1900  yang merupakan hajatan kelas dunia di jaman itu, banyak orang mulai mengenal dan ingin mengembangkan seni ini. Dalam Festival tadi, seorang wanita Rusia bernama Mamontova membawa dan memperkenalkan Matryoshka. Ia kemudian mendapatkan penghargaan medali perunggu atas usahanya itu.
Produksi massal pun lalu berpindah ke Sergiyev Posad, sebuah kota kecil di pinggiran Moskwa. Hanya butuh waktu beberapa tahun, kegiatan pembuatan kerajinan tangan ini kemudian menjadi mata pencarian bagi hampir seluruh penduduk Sergiyev Posad. Hebatnya, meski telah berkembang luas dengan permintaan pasar yang melimpah, hingga hari ini Matryoshka tetap menjadi boneka kayu buatan tangan.
Biasanya, boneka terkecil yang ukurannya sedikit lebih besar dari ibu jari adalah yang pertama dibuat. Kemudian dilanjutkan dengan boneka yang lebih besar. Begitu selanjutnya, sampai satu set Matryoshka rampung. Satu set biasanya berjumlah lima sampai tujuh boneka. Tapi rekor keluarga Matryoshka terbesar yang pernah di buat di Rusia adalah 72 buah.
Kini kreativitas Matryoshka pun makin berkembang. Salah satu yang paling menarik adalah ketika Rusia memasuki masa Perestroika. Matryoskha mulai dikreasikan dengan figur-figur para pemimpin Rusia, mulai dari Mikhail Gorbachev, Yuri Andropov, Konstantin Chernenko, Nikita Khrushchev dan Josef Stalin, serta yang terkecil adalah Vladimir Lenin diciptakan dalam bentuk Matryoshka. Versi terbaru pun sempat muncul, mulai dari Vladimir Putin, Boris Yeltsin, Mikhail Gorbachev, Joseph Stalin, dan tetap yang terkecil Vladimir Lenin.
Terakhir, sosok pemimpin Al Qaeda Osama bin Laden bahkan tokoh utama novel karya JK Rowling, Harry Potter pun pernah dibuat dalam bentuk Matryoshka, dan menjadi sangat populer di Rusia.
Sekalipun sulit untuk menggolongkan souvenir ini sebagai barang murah, tapi hiasan yang dijual mulai 500 rubel hingga 2000 atau 3000 rubel itu, tetap menjadi souvenir yang laris di sini. Kalau dikonversi dalam rupiah, 500 rubel kira-kira seharga Rp250 ribu. Bayangkan jika pilihan jatuh pada boneka seharga 3000 rubel, artinya harga yang harus dibayar mencapai Rp 1,5 juta.  Jumlah yang tak murah untuk ukuran Indonesia tentunya.
Bahkan, katanya, harga itu bisa lebih mahal kalau dibeli di toko souvenir di Moskwa, Ibu Kota Rusia. “Kalau di Moskwa, harga barang-barang di sini, termasuk Matryoshka itu bisa tiga sampai empat kali lipat lebih mahal. Segala hal memang lebih mahal di Moskwa,” kata Alexander Tjan, salah satu penduduk Moskwa berdarah China yang sedang berkunjung ke situ.
_see ya! Diposting berikutnya_
Linda

Menjejakan kaki di P. Tidung


Ini cerita tentang penglaman gw dan teman-teman di pulau Tidung. Mugkin udah banyak yang tau atau sudah pernah ke pulau ini. Faktor yang memungkinkan kita berlibur di pulau ini karena dekat tidak membutuhkan waktu panjang dan tentunya pengeluaran biaya yang sedikit.
Gw dan teman-teman kerja di salah satu rumah sakit swasta, dan masuk shift pula. Jadi kita ada yang harus cuti.
Sudah lama sekali gw, Dian, Fitri, Mega berencana liburan bareng. Tapi rencana hanya wacana, ujung-ujungnya batal. Yang ada kita cuma nongkrong bareng kedai kopi di mall. Mulai dari ngobrolin kerjaan, makan, dengerin live music sampai gosipin orang.
Jenuh juga di tempat kerja, jadi pengen liburan. Hasrat menggebu untuk berlibur. Akhirnya gw niatkan untuk mencari informasi trip ke Tidung. Tanya ke teman-teman yang sudah pernah ke sana, dapat juga contact person travel agent nya.
Karena beda shift, otomatis kita harus menyesuaikan jadwal. Jadwal sudah fix, kita ajuin cuti. Dan jadilah kita brangcut ke pulau itu.
Dasar cewe-cewe nekat! Namanya juga geng Nero! Pergi ke tempat yang belum pernah dikunjungi. Ibarat tentara belum tau medan perang. Jadi masih buta jalan. Tidak ada cowo yang bisa kita jadiin bodyguard kalau kita kenapa-kenapa. Tapi rasa takut itu dikalhkan karena antusias kita untuk pergi berlibur.
Setelah menghubungi travel agent di sana, deal dengan tanggal dan harga tripnya, gw mengabari teman-teman untuk bersiap-siap. Broadcast itenary trip Tidungnya ke BB temen-temen.
Tibalah hari H. Karena kapalnya berangkat jam 7 pagi dari Muara Angke, mau ga mau kita harus berangkat pagi-pagi buta. Malemnya gw harus nginep di ‘apartemennya’ fitri. Karena jaraknya lumayan dekat dengan tempat kerja. Kita jemput Dian, dan Mega di tempat kerja. Karena tidak ada kendaraan umum pagi-pagi buta, taksipun jadi andalan kita. Taksi ini walaupun tidak terkenal, tapi lumayan ada TV nya.
Di Muara Angke kena traffic, karena banyak pedagang dan pembeli ikan lalu lalang. Sudah macet, aroma amis ikan bikin enek dan perut mual. Kita janjian dengan pemandu di pom bensin terdekat. Setelah bertemu, kita langsung dibawa ke kapal. Karenactakut bosan duduk di dalam kapal, kitapun duduk di bagian atas kapal yang terbuka. Padahal mah takut mabok. Duduk di luar lebih enak, selain merasakan angin laut, pemandangannya juga bagus.
Perjalan laut kita tempuh hampir 3 jam. Lumayan lama karena kapalnya sempet mogok. ngeri juga ya mogok di tengah laut. Muka kita semua ga seceria seperti tadi pagi. Sudah pucat menahan enek dan mualnya perut.
Sampai di dermaga pulau Tidung, kita di sambut dengan pria paruh baya, badan kurus, rambut gondrong, pakai topi. “Gak salah nih, pemandu kita kaya gini Lin? Ga ada yang muda apa?” Kita agak kecewa dengan tampang pemandunya.
Whateverlah! yang penting udah nyampe. Airnya bewarna hijau dan kebiruan, pasirnya putih. Muke kita udah mulai seger lagi.
Kita kepenginapan di pandu bapak ini. Dan ternyata bapak ini pendengarannya agak kurang, kita tanya apa dia jawab apa. ga nyambung. Pemandu macam apa ini? Udah tuwir kali ya, maklumlah kita. “Abah Otozambon” itu julukan yang kita beri nuat bapak ini. Dari pada capek nanya-nanya, mending kita diem aja, dan dengerin celotehannya yang ga jelas karena giginya sebagian udah hilang. Perlu diketahui Otozambon itu merk obat tetes telinga.
Penginapannya bersih, ada AC, ada kipas angin, ada TV, ada air minum galon. Kamar mandinya bersih, tempat tidurnya juga nyaman. Baru istirahat sebentar, datang ibu-ibu membawakan makan siang untuk kami. Kebetulan banget kita lagi lapar.
Dengan kalap kita makan. Abis itu si Abah Otozambon datang mengajak kita berkeliling menggunakan sepeda. “Ga salah nih Bah? Siang bolong, panas-panasan naik sepeda!” Kitapun nurut aja. Karena sudah agak renta, mungkin udah ga kuat si Abah mengkayuh sepedanya pelan. Kita yang udah ga sabar akhirnya mendahului beliau. Kita malah main balap-balapan.
Lucunya ada adegan romantis saat kita bersepedaan. Adegan romantis antara Dian dan si Abah. Sepeda-sepeda ini udah ga bagus lagi, ada yang remnya blong. Karena sakin semangatnya main sepeda, Dian nyusruk jatuh. Eh si Abah dateng nolongin Dian. Bak seorang pangeran gagah turun dari kudanya, si Abah otozambon datang nolongin Dian. Kita sih cekakakan lihat adegan itu.
Setelah bersepeda berkeliling desa, sampailah kia di jembatan cinta. Sayangnya pas kita ke sana kondisi jembatannya lagi rapuh, dan sedang diperbaiki. jadi kita g bisa menyebrang ke pulau Tidung Kecil. Ya udah akhirnya kita bernarsis ria di sepanjang jembatan cinta. Pemandangannya bagus banget. Tapi untungnya lagi ga banyak orang, jadi berasa di pulau privat.
Sorenya kita diajak snorkling ke dua pulau. Ombaknya lumayan gede, membuat goncangan di perut dan enek. Sampai di pulau Karang Beras, langsung pakai alat snorkle. Sayang kita ga punya kamera underwater untuk mendokumentasikan bawah laut. Kita juga ga punya roti untuk memberi makan ikan-ikan. Tapi muntahnya Dian sepertinya digemari ikan-ikan itu. Setiap Dian jackpot, langsung terjadi pengroyokan, seperti ricuh saat antri raskin. Semoga ikan-ikan itu masih hidup ya. Kita kanjut snorkling lagi.
Setelah itu seharusnya kita snorkling lagi ke pulau Payung. Tapi Dian dan Mega sepertinya udah ga kuat, karena dari tadi jackpot mulu. Jadi kita putukan kembali ke penginapan. Di perjalanan pulang, ombak terasa lebih besar, guncangannya benar-benar buat enek perut.
Mega yang pertama jackpot, disusul Dian. Gw dam Fitri sebenarnya juga udah nelen air ludah sendiri. Dari pada ketularan muntah, mending pindah tempat duduk. Gw dan Fitri pindah ke depan. Dian dan Mega masih balapan muntah di belakang.
Di penginapan kita mandi bareng berempat, karena udah masuk angin. Bilas baju-baju basah. Di penginapan juga disediakan jemuran kecil. Karena baju-bajunya masih basah, jemurannya diletakkan di teras penginapan. “Ga hilang kan jemur di luar?” “Ga kayaknya…”
Malamnya si Abah dateng ngajakin barbeque. Kita berharap ada ayam panggang, sate atau jagung bakar. Karena udah pada capek dan ngantuk, kita menolak ajakan si Abah. Berulang kali si Abah berusaha mengajak kita barbeque dan mancing. Seperti memaksa kita untuk ikutan barbeque. Akhirnya Mega berhasil mengusir si Abah. Hahahah #devillaugh. Eh ternyata, si Abah datang lagi membawa piring diatasnya berbaris ikan bakar. Karena ada makanan kita bangun lagi. “Barbeqeuenya apaan Ga?” “Ikan” Dari kita berempat yang paling doyan ikan cuma Mega. Oalah gw kira barbeqeue. Pesta lah kita makan ikan-ikan itu. Setelah makan kita menggila dengan membuat video lipsing. ada 2 video yang kit buat. Yang satu lagunya Hamil 3 bulan, yang satu lagi lagu Bete. Beraksilah kita mulai dari goyang dangdut, hip-hop, sampai tarian erotis. Hahaha. Kita masih menyimpan video itu di gadget masing-masing. Setiap lihat video itu gw ketawa ngakak lihat kejahilan, kecentilan, dan goyangan kita.
Bangun pagi, kita bersiap untuk balik. Mulai ngepack barang-barang. Pagi itu kita dikejutkan dengan jilangnya sparepart, segitiga, dan bra alias underware kita yang dijemur di luar semalam. Agak sedikit ngeri, gw mikirnya ke hal mistis. Takutnya ada yang mau pelet kita. Wew.. ga banget nih. Tapi anehnya dari kita berempat cuma celana dalamnya Dian yang ga diambil. Why? masih jadi mistery sampai sekarang.
“Aduh gimana nih!” “Udah ga usah dipikirin paling cuma iseng aja!” kata Fitri dengan momok muka yang pura-pura ga panik. Padahal dari momoknya aja udah bisa kebaca. Ngomongnya sambil cemberut dan mengernyitkan dahi. Gw jad ketawa geli melihat ekspresi mukanya Fitri.
Sampai di Muara Angke, kita pulang naik taksi lagi. Melelahkan, menegangkan, menyebalkan, tapi menyenangkan trip kita ke pulau Tidung.
Eitzz… Belum berakhir nih ceritanya. Si Abah Otozambon itu tiba-tiba telepon gw tengah malam. Nih aki-aki ngapain nelepon lagi ya? Apa ada barang yang ketinggalan atau jangan-jangan iseng doank? Penasaran, akhirnya gw angkat teleponnya. Ternyata dia cuma mau nanya kapan balik lagi ke Tidung. Jadi ilfill gw, lansung gw matiin teleponnya. Ya olloh pak, baru aja balik. Penting banget kayanya sampai nelepon tengah malam begini. Dan bukan hanya sekali itu saja, gw berasa diteror dengan nomor Abah dan nomor yang tidak dikenal. “Kangen kali si Abah sama lw lin.” “Sompret lw nong, gw ngeri di pelet tau! Amit-amit deh!” Karena merasa terganggu, akhirnya gw menghubungi travel agent atasannya pemandu itu. Berakhir juga terornya. Dan berakhirlah cerita gw di Tidung.
Sampai jumpa di postingan berikutnya.
Salam adventure!

Rabu, 01 Mei 2013

Trip ngetrip ke bagian tengah Indonesia

Hello there…
I’m back to posting a blog. I hope you like to read my blogs. Happy reading!
Kali ini, saya ingin menceritakan pengalaman saya waktu berlibur atau ngetrip ke Lombok. Ini kali pertama saya pergi ke sana. Antusias dan excited sekali. Karena sering buka twitter, saya menemukan travel agent. Kebetulan lagi ada promo, open trip. Jatuhnya jadi lebih murah. Luckily, saya hanya membayar Rp 1,8 jt. Dan biaya tersebut bisa dicicil.
Meeting point di Ciwalk Bandung. Perjalanan menggunakan bus dari Bandung-Yogyakarta-Surabaya-Bali-Lombok. On the road! Bus nya tidak begitu besar tapi cukup untuk menampung penumpang yang juga peserta trip sebanyak kurang lebih 26 orang.
Open trip berarti kita ngetrip bareng orang lain yang belum kita kenal. Biar ga terlalu cengo waktu ngetrip karena ga ada yang dikenal, jadi saya mengajak teman saya Aileen untuk ikut trip ini. Dia mau dan juga sangat excited. Dari Tangerang ke Bandung kita naik travel bus. Menginap semalam di hotel di daerah Gerlong (a.k.a Geger Kalong). Hotelnya kurang nyaman. Tapi hotel ini rekomendasi dari travel agent kita. Dan kami bertemu beberapa peserta trip yang juga menginap di hotel ini.
Paginya kami di jemput Yudi dan Gilang (mahasiswa Bandung yang juga pemandu wisata kita selama perjalanan ke Lombok). Salut untuk dua orang ini. Karena masih muda sudah bisa berwirausaha dengan membuat travel perjalanan. What a great idea!
Perjalananpun dimulai. Kami peserta pertama yang di jemput, berikutnya menjemput peserta yang menunggu di meeting point ‘Ciwalks’. Kami pun turun sembari berkenalan dengan teman-teman yang lain. Dan semuanya anak-anak muda. Kebanyakan dari kami masih berprofesi sebagai mahasiswa. Beberapa ada penyiar radio komersil di Bandung. Beberapa datang dari Jakarta dan Pekan Baru. Wow excited sekali mereka yang datang jauh-jauh ke Bandung. Inilah harga yang harus dibayar.
Kursi masih ada beberapa yang kosong. Kami masih menjemput peserta lain di Malioboro, Yogyakarta. Perjalanan ke Yogyakarta memakan waktu hampir sehari. Kami sampai si Malioboro sudah hampir tengah malam. Peserta dipersilahkan berjalan-jalan sekitar Malioboro. Baik untuk berbelanja atau sekedar berkeliling. Walaupun sudah hampir tengah malam, masih banyak orang yang berlalu lalang. Saya membeli beberapa souvenir khas Yogyakarta. Kemudian kami mampir ke sego kucing di dekat rel kereta api. Menikmati kopi joss, dan beberapa sate. Suasana malam yang hangat akan keramahan orang-orang sekitar.
Pukul 12 malam menjelang dini hari kami kumpul dan masuk ke bus, untuk melanjutkan perjalanan. Target besok pagi kita akan sarapan di Surabaya.
Perjalanan ke Banyuwangi menuju pelabuhan Ketapang tersendat karena ada kecelakaan di malam itu. Macet panjang dan memakan waktu yang lama, dan kendaraan tidak bisa berjalan selama 1,5 jam. Kami menikmati hal moment itu dengan berfoto bersama dipinggir jalan.
Sesampainya di pelabuhan Ketapang hari sudah malam. Perjalanan menggunakan kapal ferry sekitar 2 jam untuk sampai pelabuhan Gilimanuk, Bali. Kami tidak mampir di Bali perjalanan diteruskan. Kami masih harus menyebrangi lautan. Dari pelabuhan Gilimanuk kemudian ke pelabuhan Padang Bay. Butuh waktu 4 jam untuk sampai ke pelabuhan Lembar, Lombok. Gelombang cukup tinggi pagi itu. Lumayan mebuat perut terkocok. Di kapal kami menikmati pemandangan matahari terbit, dan beberapa gunung terlihat hijau dan biru karena tertutup awan.
Beberapa dari kami ada yang tidur, ada yang berfoto-foto, dan ada yang makan. Sesampainya di pelabuhan Lembar, kami melanjutkan perjalanan ke Mataram. Kami menginap di daerah Cakranegara Lombok, Mataram. Setelah pembagian kamar, kami beristirahat sebentar, makan siang, dan sembahyang.
Petualangan kami dimulai dari mengunjungi pedesaan suku asli Lombok, yaitu suku Sasak. Sampai di desa Sasak Sade kami disambut pemandu wisata yang juga merupakan orang / suku Sasak itu sendiri. Ada beberapa keunikan di desa ini. Rumah adatnya terlihat biasa seperti rumah adat lainnya, berbilik bamboo sebagian sudah dibangun tembok. Atapnya terbuat dari jerami. Setiap keluarga juga mempunyai rumah lumbung untuk menyimpan hasil padi mereka. Bagian atap rumah lumbung adat berbentuk gunung. Atap dan dinding terbuat dari jerami. Dari permukan tanah ke Lumbung dibuat tangga tingginya sekitar 1.5-2 meter.
Untuk rumah adat suku sasak dibagi menjadi tiga ruangan, yaitu ruang induk (inan bale), ruang tidur (bale ruang), dan tempat penyimpanan harta benda, tempat melahirkan atau persemayaman jenazah sementara (bale dalam). Tempat tidur mereka juga terbuat dari bamboo. Bagian pondasi terdiri dari dua bagian, yakni tangga (undak-undak) dan lantainya. Undak-undak berfungsi untuk menghubungkan bale luar dan bale dalam. Dan yang membedakannya dengan rumah adat dari suku lain adalah lantai rumah yang terbuat dari campuran abu jerami, tanah dan kotoran kerbau/kuda. Wow! Kotoran? Dan percayalah tidak ada bau yang tidak sedap ketika memasuki salah satu rumah adat. Entah bagaimana suku Sasak ini mengolah kotoran kerbau menjadi lantai rumahnya dan tidak berbau. Teras rumah mereka biasanya dijadikan tempat untuk menenun, dan memajang hasil tenun mereka ke para wisatawan. Mereka sangat welcome saat kita ingin mencoba menenun, mereka mengajari kita bagaimana caranya menenun kain. Mereka juga menjual hasil tenunan mereka, seperti songket, kain tenun, selendang, dan hiasan ikat kepala. Dan saya sarankan jangan beli disini, karena harganya sangat mahal. Lebih baik beli di kota cakranegara atau mataram, pusat oleh-oleh khas Lombok. Jika beli di suku Sasak harganya bisa 2-3 kali lipat dari harga yamh dijual di toko souvenir yang ada di Mataram.
Adat yang paling menarik di suku Sasak ini adalah tradisi kawin lari. Hey bukankah itu dilarang? Jadi kalau menaksir salah satu gadis suku sasak, culiklah gadis itu, tentunya tanpa sepengetahuan keluarganya. Bila sehari semalam tidak ada kabar, maka gadis tersebut telah menikah. Suku Sasak menganggap bahwa mencuri lebih ber-Ksatria dibandingkan meminta kepada orangtuanya. But don’t do this with your girlfriend. It’s not work in town. You will be arrested by the police and jailed.


Dari desa Sasak Sade, kami pergi ke pantai kuta. Berbeda dengan pantai Kuta di Bali, pantai ini masih perawan, belum banyak wisatawan yang tau pantai ini.
Pantai kuta tidak jauh dari Tanjung Aan, dan pantai Mandalika. Pasir dari pantai ini bulat seperti merica. Beberapa warga menjajahkan beberapa dagangan mereka seperti pakaian bertuliskan Lombok, kacamata, dan juga pasir merica. Anak-anak kecil penduduk sekitar mengumpulkan pasir merica dikemas di dalam botol air mineral untuk dijual ke wisatawan yang datang berkunjung. 
Perlu diingat, pedagang-pedagang di sini terkadang memaksa kita untuk membeli barangnya. Dan ketika kita membeli di salah satu pedagang, pedagang yang lainpun ingin barangnya dibeli juga. Aga maksa. Tapi mereka ga akan berbuat criminal. Cukup memberikan senyum kepada mereka untuk menolak tawaran mereka. Kemudian kami pergi ke Bukit Seger.
Di atas bukit ini kami bisa melihat Lombok tengah dimana sepanjang penglihatan kita hanya ada laut, cakrawala, pantai, beberapa sawah hijau, dan bukit-bukit. Tidak jauh dari Bukit Seger ada pantai Mandalika. Setiap tahun pantai Mandalika menjadi pusat tujuan para wisatawan. Karena di sana setiap tahunnya ada tradisi masyarakat sekitar yaitu berburu cacing laut di pantai tersebut. Tradisi tersebut dinamakan Bau Nyale. Sebutan itu terkait dengan ritual suku Sasak. Ritual ini diselenggarakan sekitar bulan Februari dan Maret. Nyale ini muncul antara subuh sampai matahari terbit. Malam sebelumnya terdapat atraksi sepanjang malam. Beberapa resto dan hotel-hotel dekat dengan pantai tersebut ikut meramaikan suasana dengan menggelar pesta. Biasanya beberapa Dj akan turun menghibur para wisatawan yang kebanyakan turis asing.
Dibalik tradisi Bau Nyale terdapat legenda Putri Nyale dari Mandalika. Ceritanya Putri tersebut bingung karena mau dipinang oleh dua pangeran. Kedua pangeran tersebut berperang untuk mendapatkan Putri Mandalika. Karena tidak bisa membagi cintanya kepada ke dua pangerang tersebut, Putri Mandalika menceburkan dirinya ke laut. Alasannya karena sang putrid tidak rela menyaksikan kedua pangeran tersebut berperang memperebutkan dirinya. Menjelang pagi, tubuh sang putrid dicari-cari. Mayatnya tidak pernah ditemukan, malah muncul ribuan cacing yang berwarna hijau, merah, hitam, putih, kekuningan, dan coklat.
Kami kembali ke Mataram untuk berwisata kuliner. Nama makanannya agak aneh ‘Nasi Balap Puyung’. Hahaha… Eits jangan anggap enteng nasi balap ini, sekali mencoba pasti ketagihan. Makanan khas Lombok terkenal pedas. Benar saja Nasi Balap ini juga menggiurkan para penggila makanan pedas. Satu porsi Nasi Balap terdiri dari Nasi, ayam yang diiris tipis dan dibumbui dengan cabai dan kacang kedelai goreng. Ga abdol kalau ga nangis makan Nasi Balap sambil huh hah huh hah.
Keesokan harinya, kami bersiap pergi ke kaki gunung anak gunung Rinjani. Tujuan kami ke air terjun Sendang Gile dan Tiu Kelep. Setelah kemarin ke pantai, hari ini kami ke pegunungan. Suasana sejuk dan asri. Setelah melewati jalan setapak, berliku dan naik turun, kami tiba di air terjun Tiu Kelep. Wow amazing! Air terjunnya deras sekali, 200 meter di depan air terjun kita akan basah. Seperti terkena gerimis hujan. Tetapi bukan hujan, tetapi karena angin dan derasnya air yang jatuh ke bawah. Airnya dingin. Sekitar air terjun dihiasai tebing-tebing tinggi dan beberapa pepohonan. Kami kesulitan mengambil foto di air terjun ini karena takut kamera kami rusak terkena air.

Setelah menikmati air terjun, kami melipir ke Senggigi untuk menikmati Sunset. Kami berfoto di atas bukit, menikmati terpaan angin yang cukup kencang, menikmati pemandangan dari atas bukit dan pantai serta laut yang ada dibawahnya. Kami juga mencicipi sate bulayak.  


ayam taliwangMalamnya kami wisata kuliner lagi. Kali ni kami ingin mencicipi Ayam Taliwang, Ayam Seraten dan Plecing kangkung. Restonya lumayan mewah, ada live musicnya juga. Beberapa peserta bernyanyi untuk menghibur para pengunjung. Kalau saya asik, mengikuti para penyiar radio yang sedang live melaporkan liburan ke Lombok via telepon.




Besok kami akan pergi ke Gili Trawangan. Tujuan wisata terakhir kami. Di sana sudah banyak resort , bar, resto, dan hotel yang dibangun. Dan banyak sekali orang asing. Pasti kebanyakan pemilik dari bangunan dan fasilitas di sini adalah orang asing.

Apa saja yang bisa dilakukan di Gili Trawangan? Dari sekedar duduk, berjemur dipinggir pantai, snorkeling / diving di spot yang banyak karang, ikan dan biota laut lainnya. Berjalan santai sepanjang pantai, makan di resto, minum di bar, berkeliling pulau Gili Trawangan menggunakan sepeda atau menggunakan Cidomo (kereta kuda khas Lombok).

Di sepanjang jalan saya mengelilingi pulau ini, banyak spot yang indah untuk berfoto. Sesekali bertegur sapa dengan bule. Arsitektur dari resort, resto, dan hotel yang ada di sana terbilang mewah. Seperti resort-resort kelas dunia. Ada beberapa private hotel juga. Indah sekali.



Hari terakhir terasa cepat sekali. Tibalah kami membeli oleh-oleh khas Lombok. Dari yang paling mahal yaitu mutiara asli dari Lombok, makanan, pernak-pernik, pakaian, tas, sandal, dan kain songket atau tenun khas Lombok. Dan saya sangat tertarik dengan mutiara yang harganya jutaan rupiah.

Perjalanan pulang ke penginapan, entah kenapa kami merasa lebih akrab satu sama lain. Di bus sepanjang perjalanan pulang kami bernyanyi bersama di bus. Berteriak, berjoget, bercanda, tertawa, dan melawak. Mungkin karena hari terakhir kami.

Malam itu, tengah malam kami pergi ke senggigi, untuk ikut berpesta karena ada even. Beberapa Dj dari luar negeri datang untuk menghibur para wisatawan. Dan berharap kami bisa bangun pagi untuk berangkat ke Bali. Tiba di Bali sudah sore, kami berhenti pantai Kuta. Beberapa masih mampir di pantai Kuta sekedar membeli oleh-oleh, ataupun mencari makan malam dan ngopi latte bareng.
Saya dan Aillen memutuskan untuk pulang sore itu menggunakan pesawat dari bandara Ngurah Rai. Karena merasa tidak sanggup pulang dengan menggunakan bis lagi.
Teman-teman peserta trip Lombok Vacation yang ke enam ini gokil-gokil. Senang sekali saya dapat berkenalan dengan mereka. Sampai saati ini kami menjaga tali silahturahmi. Kami membuat grup di smartphone kami. Sesekali berkumpul di Bandung sekedar untuk karaoke, atau makan bareng. Terimakasih Yudi dan Gilang yang sudah menyajikan liburan yang akan selalu kami ingat, karena sangat berkesan bagi kami. Semoga ada Yudi dan Gilang yang lainnya, dari daerah lain yang bisa menyajikan wisata dalam negeri sebagus ini. @lombokvacation
Thank you :)